Paradigma Politik Muhammadiyah: Epistemologi Cara Berpikir dan Bertindak Kaum Reformis

Peneliti : Dr. Ridho Alhamdi

RINGKASAN PENELITIAN:

Penelitian ini mengkaji tentang epistemologi politik Muhammadiyah dengan fokus utama pada empat hal: asal mula lahirnya kesadaran politik Muhammadiyah, sumber kajian dalam kesadaran politik Muhammadiyah, metode memperoleh sumber-sumber tersebut, dan tolok ukur kebenaran (validitas) kesadaran politik Muhammadiyah. Karena itu, tujuan penelitian ini adalah mengetahui paradigma politik Muhammadiyah yang kemudian menjadi guideline bagi elite, pengurus, kader, dan warga Muhammadiyah dalam berpikir dan bertindak terutama dalam konteks politik kebangsaan maupun politik praktis. Secara metodologis, penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dengan dua teknik dalam pengumpulan data: studi dokumentasi terutama keputusan muktamar, tanwir dan keputusan PP Muhammadiyah serta wawancara dan FGD terhadap sejumlah tokoh Muhammadiyah.

Temuan penelitian ini menunjukkan, bahwa asal mula lahirnya kesadaran politik Muhammadiyah bertumpu pada empat hal: pengaruh pembaruan Timur Tengah, kesadaran pembebasan dari keterbelakangan, kesadaran pembahasan dari penjajahan, dan kesadaran pembebasan dari penetrasi Kristen. Sumber kajian politik Muhammadiyah dapat diketahui melalui tiga tahap: pembentukan, struktur, dan nasib di mana ketiga tahap ini mewakili dimensi masa lalu, masa kini, dan masa depan. Pada tahap pembentukan, kesadaran politik Muhammadiyah terbagi menjadi dua fase: fase kesadaran individual (1912-1971) dan fase kesadaran institusional (1971-2020).

Tahap struktur membahas tentang formulasi akal politik Muhammadiyah, di mana temuan penelitian ini menunjukkan dua akal politik Muhammadiyah: skripturalis-rasional (akal dominan/massa) dan substansialis-pragmatis (akal marginal/elite). Sementara itu, tahap nasib menginvestigasi gagasan masa depan politik Muhammadiyah. Studi ini selain melakukan simulasi tentang untung rugi memiliki partai politik, juga mengusulkan perlunya pembentukan lembaga ad hoc yang konsen pada urusan politik (PUSKAPI). Selain itu, dibahas juga perlunya gagasan purifikasi dan dinamisasi sistem politik. Metode kajian yang digunakan untuk memperoleh sumber-sumber tersebut adalah metode fenomenologis dan metode induktif-deduktif (empirisisme-rasionalisme). Sedangkan tolok ukur kebenaran (validitas) kesadaran politik Muhammadiyah terdiri dari tiga dimensi: kesadaran diri (dimensi spiritualitas), teologi pembebasan (dimensi humanisme) dan visi Islam berkemajuan (dimensi modernitas).

Paradigma “kesadaran politik yang membebaskan” yang berorientasi visi Islam berkemajuan menunjukkan sebuah kenyataan, bahwa paradigma politik Muhammadiyah bukanlah paradigma sufistik yang lari dari realitas, bukan paradigma sekuler yang jauh dari unsur ketuhanan, dan bukan pula paradigma yang hanya bergantung pada teknologi saja yang justru terkadang menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan. Paradigma politik Muhammadiyah adalah paradigma keseimbangan di antara tiga dimensi tersebut di atas. Tidak ada satu dimensi yang mendominasi dimensi yang lain karena satu sama lain saling mengimbangi sebagai paradigma yang kokoh tentang konsistensi cara berpikir (how to think) dan cara bertindak (how to behave).