Djarnawi Hadikusuma: Sang Otodidak Multi Talenta

Oleh Mu’arif

Djarnawi Hadikusuma lahir pada 4 Juli 1920 di kampung Kauman, Yogyakarta. Putra Ki Bagus Hadikusuma ini lahir dengan nama kecil Djarnawi. Selama satu tahun, Djarnawi diasuh oleh Ibu Sodik, seorang kerabat ayahnya, yang sampai usia senja belum dikaruniai keturunan. Ketika Ibu Sodik lanjut usia dan sering sakit, Djarnawi dikembalikan kepada orang tuanya.

Tidak lama setelah kembali ke pangkuan orang tuanya, ibunya wafat. Untuk mengasuh anak-anaknya yang masih kecil, Ki Bagus Hadikusuma menikah lagi dengan Ibu Moersilah. Di bawah pengasuhan Ibu Moersilah, Djarnawi menapaki masa remaja dan dewasa.

Sang Otodidak

Djarnawi Hadikusuma adalah sang otodidak tulen. Pendidikan formal yang mula-mula ditempuhnya adalah di Taman Kanak-kanak Bustanul Athfal ‘Aisyiyah di Kauman. Selanjutnya, secara berturut-turut, dia meneruskan ke jenjang berikutnya, yaitu ke Standaardschool Muhammadiyah dan Kweekschool Muhammadiyah. Pada tahun 1932, Kweekschool Muhammadiyah diubah menjadi Madrasah Mu`allimin Muhammadiyah. Selama belajar di Madrasah Muallimin, Djarnawi belajar bahasa Arab dan ilmu agama kepada KH Mas Mansyur, KH Hanad, Ustadz Farid Ma’ruf, H Abdul Kahar Mudzakkir, H Rasyid serta belajar Ilmu Falak kepada KH Siradj Dahlan (putra KH Ahmad Dahlan).

Djarnawi Hadikusuma juga sempat tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, tetapi tidak diselesaikannya. Kemampuan belajar secara otodidak inilah akhirnya membuat Djarnawi menguasai lima bahasa Asing, yaitu Belanda, Arab, Inggris, Jepang (pasif), dan Perancis. Dari kelima bahasa tersebut, hanya bahasa Inggris dan Perancis-lah yang dipelajarinya secara formal, yaitu bahasa Inggris (Djogjakarta English Course, 1933-1937) dan Perancis (Lembaga Indonesia Perancis Yogyakarta, 1987-1990). Kepiawaiannya berbahasa asing ini yang mengantarkannya banyak mengunjungi dan memberi dakwah di beberapa negara, antara lain: Saudi Arabia, Singapora, Penang (Malaysia), New Zealand, Australia, Papua New Guinea, Inggris, Iran, dan Irak.

Aktif di Muhammadiyah

Djarnawi Hadikusuma tercatat sebagai seorang aktivis pengurus organisasi Muhammadiyah yang dimulainya ketika bertugas di Merbau Sumatera Utara pada tahun 1940-an. Aktivitas Djarnawi di organisasi Muhammadiyah meningkat setelah dia pulang ke Yogyakarta pada tahun 1949. Saat itu, dia mulai tercatat sebagai salah seorang anggota Majlis Tabligh Pengurus Pusat Muhammadiyah hingga tahun 1962.

 

Pada tahun 1962, Muhammadiyah menyelenggarakan Muktamar ke-35 di Jakarta dan Djarnawi terpilih sebagai sekretaris II Pengurus Pusat Muhammadiyah. Pada Muktamar Muhammadiyah yang ke-36 di Bandung tahun 1967, dia terpilih sebagai ketua III Pengurus Pusat Muhammadiyah. Untuk periode-periode berikutnya, dia diangkat menjadi sekretaris PP Muhammadiyah berdasarkan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-40 di Surabaya tahun 1978, sebagai wakil Ketua PP Muhammadiyah berdasarkan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta tahun 1985, dan sebagai ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Tajdid dan Tabligh yang mengkoordinasi Majlis Tarjih, Tabligh, Pustaka serta Lembaga Dakwah Khusus berdasarkan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta tahun 1990.

 

Djarnawi Hadikusuma menikah dengan Sri Rahayu pada tanggal 6 April 1944 di Merbau Sumatera Utara, dan menurunkan sembilan anak dan 15 cucu. Di antara sembilan anaknya, 3 orang anaknya lahir di Tebingtinggi Sumatera Utara, sedangkan 6 orang anak lainnya lahir di Yogyakarta. Kesembilan anaknya tersebut adalah:  dr Siswanto D Kusumo, DSPD (wafat 1999), Hartono, BE (wafat 2004), Drs Sutomo (wafat 1982), Pitoyo, SH,MKn, Darmawan Susantyo, Dra Sri Purwaningsih, Dr Ir Achmad Poernomo, Mapp Sc, Dr Ir Gunawan Budiyanto, MP, dan Indriani (wafat 1967)

Sumber:  https://ibtimes.id/djarnawi-hadikusuma-sang-otodidak-multi-talenta/